Rabu, 06 Februari 2013

Sejauhmu Menujuku

Ada waktu tak tersentuh

tapi kau mengenalku.

Ada sapa tak menatap

tapi kau menjawabku.

Kita hanya tahu, tapi tak meraba.

Lalu merasa ??

Ah, kupikir itu saja dulu.

Mungkin ini permainan Tuhan padaku.

Lucu ??

Ya, aku berpikir saja begitu.

Semoga rasa ini tetap mengiring sejauhmu

namun menuntun menujuku.

Harapan adalah menyatu.

Aku, kamu.

Sejauhmu

semoga menujuku.


Bandung, 5 Februari 2013


Menuju Pagi

Pukul o2.32 mataku belum terpejam.
Bukan enggan, tapi aku ingin menelan kebaikan dari pepatah anak muda yang dekat dengan Tuhan. Ia temanku.
Aku datang dengan kekotoran diri yang mungkin banyak noda-noda duniawi.
Dengan kedua temanku, yang juga berharap masih bisa melihat cahaya dibalik jendela kamar gelapnya.
ahh!! Malam ini terbungkus dengan keluhan.
Dan aku enggan membawa pulang lagi keluhan yang sudah kutumpahkan.
Ya, keluhanku juga kedua temanku.
Buang!
Malam ini, tempat ini adalah sebaik-baiknya dari malam dan tempat masa laluku.
Ada jawaban, ada keteduhan, ada kerinduan, kerinduan pada kebenaran.
Ar-Rahmat.
Pondok pesantren menjadi teman pagi ini, dan aku belum terpejam disamping kedua temanku yang di nina bobokan gemuruh suara kipas angin di ruang kecil yang menyudut di lantai dua Mesjid ini.
Ar-Rahmat.

Majalengka, 3 februari 2013 

Selasa, 10 Juli 2012

Sedikit Review Buku 7 Keajaiban Rezeki Penulis: Ippho Santosa


Buku ini menjelaskan tentang bagaimana kita untuk bisa lebih menggunakan otak kanan secara optimal. Disamping itu Ippho menggunakan cara-cara yang Islami dalam penerapannya. Salah satu contoh dia menjelaskan bagaimana tentang kekuatan sedekah. Dia mengajak kita jika ingin kaya berlimpah maka bersedekahlah dengan segera dan banyak. Satu kalimat yang menggelitik hati saya dalam buku itu ia mengatakan, “sedekah koq seribu, emangnya bayar WC umum”. Jadi ia mengajak pembacanya untuk segera bersedekah untuk membeli kesulitan hidup dan mengajak bersedekah dengan nominal yang pantas jangan kaya bayar ke WC umum. Mungkin dalam benak kita bertanya, “loh wong namanya sedekah ya seikhlasnya saja”. Nah peran otak kanan di sini berperan, ikhlas itu belajar, ikhlas itu karena kebiasaan. Menurutnya coba saja dulu dengan bersedekah dengan nominal yang besar, karena dari situ sebenarnya kita sedang belajar ikhlas. Karena ikhlas tidak ikhlas Allah tetap akan membalas amal kita seperti yang dijanjikannya dalam Al-Qur’an untuk membalas sepuluh kali lipat dari sedekah yang kita lakukan. Maka dari sedekahlah kita harus yakin bahwa kita akan kaya berlimpah dan insya Allah berkah, menurutnya. Dan saya yakin itu benar.
            Bahkan ia mengatakan sedekah dengan cara terang-terangan pun tidak apa-apa, yang tidak boleh itu terang-terangan tidak sedekah, celotehnya. Jangan takut dinilai orang sebagai ria, karena yang menilai sedekah atau amal kita itu Allah bukan orang lain. Biar saja orang menilai seperti itu, karena mereka tidak tahu niat kita yang sebenarnya, apakah orang lain tahu tentang isi hati kita? Padahal bisa saja niat kita untuk bersedekah terang-terangan agar bisa memotivasi orang lain untuk bersedekah. Ya, intinya jangan takut dianggap ria, bahkan dalam buku keduanya Ippho menjelaskan dahulu ada sahabat Rasul yang bersedekah dengan terang-terangan, karena untuk memotivasi orang-orang di sekelilingnya. Dan sedekah itu tidak boleh ditunda-tunda, karena itu suatu kebaikan. Segerakanlah. Ujarnya dalam buku tersebut. Yakinlah Allah akan membalas lebih, maka dari situ kita akan menjadi orang yang kaya berlimpah dan berkah. Dan saya merasakan perubahan setelah membaca dan mempraktekan apa yang dikatakan di buku tersebut, keren paten, luar biasa. Dan saya rasa harus banyak orang yang membaca buku tersebut.
            Dan salah satu bab lagi di buku tersebut mengatakan. Untuk cepat meraih apa yang kita inginkan, libatkanlah sepasang bidadari disebut dalam buku tersebut (orang tua, ibu khususnya dan juga istri) bahagiakan mereka, minta doa kepada mereka. Jika ibu kita sudah tidak ada maka orang-orang terdekat ibu kita. Artinya dalam buku tersebut berpatokan pada ayat Al-Qur’an yang artinya “ridho Allah, tergantung pada ridho kedua orang tua”. Sewaktu kecil mungkin sampai sekarang kita hanya bisa menyusahkan kedua orang tua, maka sudah waktunya kita membahagiakan kedua orang tua sekecil apapun bentuk kebahagiaanya. Karena hal tersebut akan menjadi ridho Allah. Ketika kedua orang tua khususnya ibu telah meridhoi, maka jalan kita untuk menggapai sesuatu akan dimudahkan dan dipercepat. Dan juga dalam buku tersebut mengatakan, selaraskan antara doa kita dengan doa ibu. Minta ibu menyebutkan satu mimpi saja dulu yang benar-benar kita inginkan, untuk dipanjatkan dalam setiap doanya. Karena ketika doa kita sudah selaras, maka insya Allah akan ada kekuatan yang mendorong doa tersebut untuk dikabulkan. Jadi intinya dalam bab tersebut, bahagiakan kedua orang tua dan selaraskan doa kita tentang apa yang kita inginkan, begitupun kepada istri, jika kita memang sudah mempunyai istri. Insya Allah apa yang kita inginkan akan cepat tercapai dan dipermudah jalannya.
            Dan di salah satu bab lagi Ippho menjelaskan tentang jodoh. Banyak orang yang menuntut jodohnya ingin seperti ini dan seperti itu, tanpa berkaca bahwa dirinya sudah seperti itu pa belum. Ippho pun menjelaskan bahwa dalam Al-Qur’an dikatakan “lelaki baik untuk wanita baik dan lelaki tidak baik untuk wanita tidak baik”. Ippho mengatakan sudah baik dan pantaskah kita untuk mendapatkan suami atau istri yang kita inginkan seperti ini dan itu? Jika diri kita sendiri belum baik maka janganlah menuntut ingin mendapat wanita atau suami yang baik. Karena pasangan kita adalah cerminan diri kita. Maka dari itu Ippho mengajak pembacanya untuk memantaskan diri terlebih dahulu, terutama dihadapan sang pencipta. Karena jika sudah baik dan pantas, insya Allah pasangan kita kelak pun akan baik. Karena sekarang ini banyak orang yang sibuk memantaskan diri dihadapan orang lain, dan melupakan kepantasannya dihadapan sang pencipta. Orang berlomba-lomba tampil sekece mungkin dihadapan orang lain atau pas mau ketemu pacar saja, sedangkan ketika hendak beribadah kita tampil seadanya dengan kaos agak belel mungkin, sarung bolong, padahal itu berhadapan dengan Sang Pencipta. Nah di sini Ippho dalam buku 7 Keajaiban Rezeki mengajak untuk memantaskan diri terlebih dahulu dihadapan Sang Pencipta, sebelum kita menuntut ini dan itu kepada Allah untuk mendapatkan istri atau suami yang baik.
(maaf jika ada kalimat atau kutipan yang salah. intinya sih seperti itu kurang lebih apa yang dikatakan dibeberapa bab buku tersebut) enjoy :)

Sabtu, 16 Juni 2012

Kita adalah yang dimuntahkan dari kesepian

Kita adalah yang dimuntahkan dari kesepian
Lalu dibiarkan bercengkrama dengan siapa adanya
Dan di tengah-tengah tetap malam yang hitam
Lalu ada saja yang meliurkan secangkir luka yang melunta dengan dinginnya kepura-puraan

Kita adalah yang dimuntahkan dari kesepian
Lalu dibiarkan berkeliaran semaunya
Dan pulang dengan senang menurutnya
Padahal itu adalah luka yang lebih melunta 
dan menyiksa nantinya

Kita adalah yang dimuntahkan dari kesepian
Lalu keramaian mana yang kita pilih?


Bandung, 17 Juni 2012

Sabtu, 17 Maret 2012

Kau Masih Cantik

Kau masih cantik, tak hilang ditelan senja
Kau masih cantik, sampai lusa-lusa berikutnya
Kau masih cantik, tak pernah ku kata


Dengan dia, kau masih cantik
siapa bilang aku terluka?
Itu hanya celoteh mereka saja
Kau masih cantik, bukan kata siapa-siapa


Ini aneh, ini caraku
Jangan tertawa, ini belum tentu kepastian-Nya
Kau masih cantik, hari ini itu saja


Esok???
Tanda tanya....

Rabu, 15 Februari 2012

Meski Hitam Itu Masih Menggantung

Hitam itu masih menggantung
Lalu kau simpan senyum itu dalam rotasi beraturan
Perlahan nampak, dan aku tahu ia akan menyimpulkan di bola mataku dari abstraksi menjadi pasti

Setelahnya secangkir Choco Latte Tea hangat malam itu seolah kehangatan yang kau ciptakan dari sisa mentari tadi pagi
Lalu aku rindu dibuatnya

Biarkan tetap begini,
tinggalkan jejak jika kau pergi entah dekat atau jauh, biar mudah aku mencarimu,
meski hitam itu masih menggantung

Senin, 13 Februari 2012

Berhenti disitu

Pintaku sederhana
Aku tak ingin kehilangan kamu. Seperti Bolivia yang kehilangan pantai pasifiknya yang direbut Chile pada perang 1879-1935.

Lalu kau masih tanyakan kesederhanaan itu??
Jika bisa, aku hanya akan mengambil bayangmu dari sekotak cermin

Ya, tak usah kau tanyakan lagi kesederhanaan itu
Berhenti disitu, lalu simpan hatimu